Cerpen “Kembali Mencari Aku”
BERITA JABAR NEWS (BJN) – Kolom Sastra – Cerpen berjudul “Kembali Mencari Aku” merupakan karya original dari D.S. Samdani yang sering The post Cerpen “Kembali Mencari Aku” appeared first on .
BERITA JABAR NEWS (BJN) – Kolom Sastra – Cerpen berjudul “Kembali Mencari Aku” merupakan karya original dari D.S. Samdani yang sering menggunakan nama nama pena “Manjaropai”. Beberapa karya cerpennya pernah terbit di media online Pratama Media News, salah satunya berjudul “Kenapa Aku”.
Aku terlahir dari sebuah keluarga yang sedang memerdekakan diri. Banyak hal terjadi pada keluargaku sebelum kehadiranku ke muka bumi ini. Saat aku lahir dan tumbuh remaja, keluargaku sedang berada pada fase krusial dalam kehidupan.
Saat itu ayahku sedang dalam posisi yang tidak baik-baik saja, sebuah posisi yang bisa membuat orang lain bertekuk lutut dan mengubah pedoman hidupnya sehingga menimbulkan pertanyaan, apakah sudah benar jalan yang dipilih?
Namun, ayahku orang yang kukuh dengan pendiriannya, meskipun dengan tertatih-tatih dia menegaskan bahwa inilah sikap hidup yang benar. Dia beranggapan bahwa jalan yang ditempuhnya adalah jalan yang benar walaupun tidak baik-baik saja.
Aku tumbuh di tengah keluarga yang sedang berusaha meyakinkan kemerdekaan diri masing masing. Ayah tidak ingin anaknya menjadi seperti dirinya, tapi harus melebihinya dan menjadi yang terbaik.
Aku tidak pernah dituntut untuk mengalahkan siapa pun. Aku hanya dituntut untuk menjadi sebaik baiknya diriku, bukan sekadar slogan “be your self” yang selalu diteriakkan pada kupingku setiap hari. Akan tetapi lebih dari itu.
Doktrin kalimat “be the best your self” yang selalu ayahku bisikan setiap aku bangun tidur, selalu dia ucapkan saat aku berbuat salah. Ayahku tidak pernah menilaiku salah. Dia tidak akan memarahiku ketika aku salah, selama itu adalah aku.
Aku tumbuh didampingi seorang ayah yang akan marah jika aku berusaha menjadi orang lain agar terlihat lebih sosial. Sementara di sisi lain ibuku selalu mendampingiku dan menceritakan semua kelakuanku saat aku bayi.
Aku akan dimaki habis-habisan jika pulang malam karena mengikuti ajakan teman. Namun, ayahku akan mendukungku jika aku keluar berhari-hari tanpa pulang jika itu memang kehendakku sendiri. Sementara itu saudara tuaku hadir sebagai mata-mata yang akan melaporkan jika aku terlihat mengikuti orang lain.
Aku tumbuh menjadi diriku sendiri dengan segala keterbatasannya. Aku tumbuh sebagai juara kelas dengan gayaku. Aku tumbuh sebagai matahari di antara teman temanku, tidak ada yang ingin aku samai dan tidak ada yang ingin aku saingi. Aku hanya menjadi diriku sendiri. Aku ingin menjadi yang terbaik dengan gayaku.
Hingga pada suatu saat aku muak dengan segala sikap ayahku itu. Aku mulai jijik dengan kelakuan saudara tuaku. Saat di mana rumahku sudah tidak cukup lagi menjadi duniaku, aku terbang membangun duniaku sendiri, dunia yang lebih luas, di mana aku bisa menemukan sosok-sosok yang bisa menjadi panutan.
Aku terdampar di berbagai tempat dengan beragam warna langit. Aku menikmati perjalananku dan selalu menjadi diriku yang dulu terbentuk. Sayangnya dalam perjalananku itu, aku dipertemukan dengan 11 matahari dari rumah masing masing.
Aku berjumpa dengan 11 orang anak yang juga jemu dengan atap rumahnya. Kami ber-12 dengan 12 karakter tidak merasa saling menyaingi. Kami ber-12 orang yang tidak saling mengkontaminasi. Kami selalu berjalan bersama walau kami berbeda.
Tanpa kami sadari watak yang terbentuk di bawah atap rumah kami tidak mampu untuk saling melukai. Kami berjalan bersama dengan cahaya masing-masing. Kami ber-12 berjalan bersama menjadi segumpal cahaya 12 matahari menjadi satu.
Kami semakin menggila bersama tanpa harus satu sama lain menjadi yang lainnya. Kami tetap menjadi diri kami sendiri. Kami menjadi matahari besar di luar rumah kami dengan aku tidak merasakan menjadi orang lain.
Kami semakin gila. Hitam kami hitam, merah kami merah, putih kami putih, tapi secara pribadi kami adalah cahaya tersendiri. Kami tumbuh merdeka menjadi gumpalan cahaya besar dan kami tetap tumbuh sebagai diri sendiri.
Kami pun menyelasikan jenjang pendidikan sarjana meskipun kami tidak bisa dikatakan hidup baik-baik saja, tidak bisa dikatakan hidup sebagai orang baik hingga salah satu dari kami berkesempatan untuk dipanggil pulang oleh sang Khalik. Kami tersadar bahwa kami bukan matahari.
Setelah kehilangan salah satu sahabat kami tersebut, kami masih berusaha untuk tetap menjadi segumpal cahaya menjadi matahari besar. Kami tetap berusaha untuk tenang dan menjalankan kehidupan kami hingga saat kami terpaksa untuk sadar bahwa kami masih seberkas sinar muda yang tumbuh di halaman depan rumah di kota kami.
Akhirnya kami ber-12 sepakat berpisah dan mencari jalan kehidupan masing-masing untuk menjadi berkas sinar dewasa. Terdamparlah aku di ibu kota yang biadab, sebuah kota yang dipenuhi oleh gedung pencakar langit yang setiap malam selalu terlihat terang benderang.
Di sini 10 tahun lalu aku menemukan banyak cahaya besar yang bisa menjadi panutan. Mereka adalah cahaya-cahaya yang menjadi matahari di tempat asal mereka masing masing. Di sini aku menemukan cahaya yang mirip aku, juga menemukan cahaya yang membuatku tampak redup.
Aku juga menemukan cahaya yang bisa membuatku semakin bersinar dan banyak cahaya yang bisa membuat aku ingin menjadi sepertinya.
Setiap hari yang aku jalani selalu tertantang untuk menjadi dia yang ini, setelah berhasil aku lanjut ingin menjadi dia yang itu. Terus dan terusa aku selalu ingin menjadi dia, dia, dan dia sehingga tanpa aku sadari aku sudah menjadi mereka.
Saat aku menjadi mereka, aku berjalan terus tanpa tujuan karena aku bukan lagi diriku. Setiap hari aku berkeras menjadi yang terbaik, tetapi yang kudapatkan justru aku menjadi mereka yang terbaik.
Setiap langkahku semakin lama semakin tidak bisa kunikmati. Semakin hari arah aku semakin tidak jelas karena aku bukan aku, karena jalan yang kukejar bukan diriku lagi. Aku semakin asing dengan diriku sendiri hingga aku jenuh dan kembali ke halaman rumah di kotaku.
Aku kembali ke dunia lamaku. Aku kembali ke tempat aku dulu menjadi matahari. Namun, saat aku kembali, kini aku bukan siapa-siapa lagi. Saat aku kembali, aku seperti orang yang tersesat di kotaku sendiri.
Aku yang merasa sudah menjadi sinar besar, tetapi saat aku kembali tidak ada yang mengenaliku. Setiap hari aku berusaha untuk menunjukkan siapa diriku dan setiap kali itu pula aku selalu kecewa. Bahkan, saat aku memperkecil duniaku hingga hanya menyisakan diriku sendiri, aku tidak bisa melihat cahaya diriku yang dulu.
Ternyata selama ini aku adalah orang lain dan diriku yang lama sudah kulupakan. Ternyata selama ini aku sudah membuang diriku dan menjadikan diriku sendiri sebagai sampah dan berusaha menjadi orang lain.
Kini aku kembali ke ibu kota ini. Aku paksakan kakiku untuk mencari di mana diriku dulu kubuang. Aku kembali dengan kini di usia kepala empat. Aku mencoba mengulang kembali semuanya yang 15 tahun berlalu.
Aku di sini hadir mencari diriku yang dulu bersinar, menjalani semua dengan ke akuanku, serta dengan segala yang tersisa. Bahkan, sudah tak ada lagi yang tersisa.
Aku mencoba untuk bangkit menjadi diriku, mencari dan mencoba menjadi diriku yang terbaik, tidak perduli orang bilang apa, tidak perduli orang seperti apa. Aku mencari aku. (Manjaropai).
***
Judul: “Kembali Mencari Aku”
Pengarang: Manjaropai
Editor: JHK
Sekilas tentang pengarang
Manjaropai adalah nama pena dari D.S. Samdani. Mantan karyawan di sebuah perusahaan internasional ternama ini pernah terpaksa memilih resign dari tempatnya bekerja daripada terlibat dengan permainan curang yang dilakukan kantor tempatnya bekerja. Selama masa pandemi, ia lebih memilih jadi driver ojek online daripada bekerja di tempat yang diragukan kehalalannya.
Simak videonya di sini:
Klik link ini untuk mendapatkan Harga lebih terjangkau dan tanpa iuran bulanan. Jika mengalami kesulitan pembayaran karena menggunakan kartu kredit dan PayPal, kirim saja pertanyaannya via kolom komentar.
The post Cerpen “Kembali Mencari Aku” appeared first on .