BUDAYA KORUPSI : BASMI MATIKAN !!!

Di negeri ini, di mana senyum ramah dan keramahan menjadi ciri khas, tersimpan luka yang menganga lebar. Korupsi, sang pengkhianat, merampas hak-hak rakyat yang seharusnya menjadi milik mereka. Uang yang seharusnya membangun sekolah-sekolah yang layak, malah mengalir ke kantong-kantong pribadi. Rumah sakit yang seharusnya menjadi tempat penyembuhan, malah menjadi ladang bisnis yang kejam. Jalan-jalan yang seharusnya menghubungkan desa dan kota, malah menjadi proyek mangkrak yang menyisakan kepedihan. Rakyat, yang seharusnya menjadi tuan di negeri sendiri, malah menjadi korban dari keserakahan para penguasa. Mereka harus berjuang keras untuk mencari sesuap nasi, sementara para koruptor hidup mewah dengan uang hasil curian. Harapan akan masa depan yang lebih baik seolah pupus. Rasa percaya pada pemerintah terkikis habis. Keadilan menjadi barang langka, dan hukum tumpul di hadapan para penguasa. Air mata kesedihan dan keputusasaan membasahi pipi-pipi keriput para orang tua. Anak-anak kecil yang seharusnya bermain riang, malah harus bekerja keras untuk membantu keluarga. Di tengah gemerlapnya kota-kota besar, tersimpan jeritan pilu dari desa-desa terpencil. Di balik senyum palsu para penguasa, tersimpan hati yang dingin dan kejam. Korupsi telah merusak segalanya. Ia telah merampas masa depan rakyat, menghancurkan mimpi-mimpi mereka, dan meninggalkan luka yang takkan pernah sembuh.

BUDAYA KORUPSI : BASMI MATIKAN !!!
BUDAYA KORUPSI : BASMI MATIKAN !!!

Di negeri yang subur dan kaya ini, di mana gunung-gunung yang menjulang gagah dan laut membentang luas, tersimpan sebuah ironi yang pahit.

Budaya dan korupsi, dua sisi mata uang yang saling bertolak belakang, namun sayangnya, kerap kali berdampingan. Budaya, dengan segala keindahannya, adalah warisan luhur nenek moyang. Ia mengajarkan nilai-nilai kejujuran, gotong royong, dan tanggung jawab. Namun, di tengah gemerlapnya modernitas, nilai-nilai luhur itu seolah tergerus oleh arus materialisme dan hedonisme.

Korupsi, sang parasit yang menggerogoti sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara, tumbuh subur di lahan yang subur ini. Ia meracuni pikiran dan hati, membutakan mata dari kebenaran, dan menumpulkan rasa keadilan.

Di balik senyuman ramah dan tutur kata ramah, tersimpan niat jahat untuk memperkaya diri sendiri. Di balik jabatan tinggi dan kekuasaan, tersembunyi praktik-praktik kotor yang merugikan rakyat.

Uang yang seharusnya digunakan untuk membangun sekolah, rumah sakit, dan infrastruktur, mengalir ke kantong-kantong pribadi. Proyek-proyek pembangunan yang seharusnya menyejahterakan rakyat, menjadi ajang korupsi berjamaah.

Budaya malu, yang seharusnya menjadi benteng pertahanan dari perbuatan tercela, seolah kini sirna. Orang-orang yang terjerat korupsi, dengan angkuhnya, masih bisa tersenyum dan melenggang bebas.

Namun, di tengah kegelapan ini, masih ada harapan. Masih ada orang-orang yang teguh memegang nilai-nilai kejujuran dan integritas. Masih ada suara-suara lantang yang berani melawan korupsi.

Mereka adalah pahlawan-pahlawan tanda tanpa jasa, yang berjuang demi masa depan yang lebih baik. Mereka adalah harapan bagi negeri ini, yang merindukan keadilan dan kesejahteraan.

Budaya dan korupsi, dua kekuatan yang saling bertarung. Pertarungan ini adalah pertarungan panjang, yang membutuhkan keberanian, keteguhan, dan kesabaran.

Namun, dengan semangat gotong royong dan tekad yang kuat, kita bisa memenangkan pertarungan ini. Kita bisa membangun negeri yang bersih dari korupsi, negeri yang menjunjung tinggi nilai-nilai budaya luhur.

Basmi matikan !!!

$$$$$

ANTARA DEMOKRASI, BUDAYA DAN KORUPSI"

Demokrasi, sang dewi bergaun mewah,
Janji-janji manis, tebar pesona palsu.
Budaya, sang kakek renta, berbisik pilu,
"Nak, jangan lupa, harga diri itu tak ternilai harganya."


Korupsi, sang siluman berdasi mahal,
Menyelinap masuk, dengan senyum menjijikkan.
Ia rayu Demokrasi, dengan janji-janji surga,
"Kekayaan, kekuasaan, semua dalam genggaman kita."


Budaya menangis, melihat cucunya terbuai,
"Nak, jangan jadi boneka, jangan jual harga diri."
Demokrasi tertawa, dibutakan kilau harta,
Ia lupa janji, ia khianati rakyat jelata.


Korupsi berpesta, melihat Demokrasi berkuasa,
Ia berkuasai negeri, ia gerogoti harta negara.
Budaya meratap, melihat negeri hancur binasa,
"Nak, di mana hati nurani, di mana rasa malu?"


Demokrasi tersadar, setelah semua terlambat,
Ia malu, ia sesali, semua perbuatan bejat.
Korupsi menghilang, meninggalkan luka menganga,


Budaya mengarah, mencari jalan keluar dari nestapa.